Seperti yang kita tahu, lingkungan kerja yang tidak sehat (toxic workplace) bisa berdampak serius pada kesehatan mental, fisik, dan produktivitas karyawan. Namun ternyata ada tanda-tanda toxic workplace sering kali tidak disadari, KALMers. Yuk, kenali dan waspadai tanda-tanda berikut, KALMers!
Sering kali hanya pencapaian besar yang mendapat pengakuan di tempat kerja. Sedangkan upaya/inisiatif kecil yang mendukung operasional sehari-hari diabaikan. Sehingga membuat karyawan merasa tidak dihargai, padahal kontribusi mereka penting.
Dalam lingkungan kerja yang toxic, pembagian tugas sering kali tidak adil. Beberapa karyawan ada yang dibebani tanggung jawab berlebihan, sedangkan yang lain mendapatkan tugas yang ringan karena dekat dengan atasan. Ketidakadilan ini memicu kecemburuan dan ketegangan sehingga memengaruhi hubungan antar karyawan.
Toxic workplace sering kali menuntut target yang tidak realistis dengan deadline yang tidak masuk akal. Selain menimbulkan stres, karyawan yang tidak bisa memenuhi ekspektasi tersebut akan merasa gagal meskipun sudah bekerja keras. Akibatnya karyawan jadi merasa rendah diri.
Karyawan yang tidak diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan kecil dalam pekerjaannya akan cenderung merasa tidak dipercaya. Kebiasaan micromanage seperti ini dapat menurunkan rasa percaya diri dan menghambat kreativitas karyawan.
Tempat kerja yang tidak menyediakan pelatihan, mentoring, atau peluang kenaikan jabatan membuat karyawan merasa stuck dan tidak berkembang. Selain itu, karyawan juga merasa tidak memiliki masa depan yang jelas di perusahaan tersebut.
Kebijakan internal yang tidak konsisten dan sering berubah tanpa pemberitahuan akan menciptakan ketidakpastian bagi karyawan. Karena saat karyawan tidak memahami aturan kerja yang jelas, mereka bukan hanya merasa bingung. Namun juga cemas dan tidak aman karena khawatir akan melanggar aturan tanpa sengaja.
Beberapa tempat kerja menganggap lembur sebagai ukuran loyalitas berpotensi membuat budaya lembur jadi tanpa batas. Padahal jika sering terjadi, budaya ini berpotensi mengorbankan kesehatan karyawan. dan merusak keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi.
Perusahaan memperlakukan karyawan seperti robot tentu berarti tidak peduli terhadap kesejahteraan emosional dan fisik karyawan. Misalnya, mengabaikan keluhan tentang beban kerja yang terlalu berat atau karyawan izin sakit tetap dihubungi terkait urusan pekerjaan.
Lingkungan kerja yang membiarkan konflik tanpa penyelesaian berpotensi memicu konflik yang baru sehingga konfliknya berlarut-larut. Akibatnya menciptakan ketegangan yang menghambat kerja sama tim.
Walaupun dampaknya tidak langsung terasa, namun toxic workplace ini bisa berdampak buruk pada kondisi mentalmu sehingga tetap harus diwaspadai ya, KALMers. Penting untuk memahami kondisi mentalmu sehingga kamu bisa tahu kapan dirimu mulai tidak baik-baik saja dan perlu melakukan sesuatu atau mencari bantuan profesional. Sekarang kamu udah bisa mencatat kondisi mentalmu lewat well-being tracker yang sudah tersedia aplikasi KALM. Yuk, cobain klik banner di bawah ini!
Penulis: Sofi Maharani Putri
Editor: Ama