Risiko Depresi: Seberapa Mungkin Aku Mengalami Depresi?

Description

Berdasarkan Riskedas (Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018, 6,1% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami depresi. Angka tersebut menunjukkan setidaknya 700.000 orang, bahkan lebih, di Indonesia dilaporkan mengalami depresi. Angka ini tentu saja belum akurat dan diduga sebenarnya masih banyak orang yang tidak terdiagnosa.

Sayangnya, depresi sering di salah pahami. Kita sering berasumsi bahwa depresi hanya menyerang orang-orang dengan kondisi tertentu saja. Sebagian orang lainnya dianggap 'kebal' terhadap kondisi tersebut.  Misalnya, jika KALMers berpenampilan menarik, memiliki bentuk tubuh yang ideal, karir yang baik, dan keluarga yang ‘bahagia’, depresi tidak akan bisa datang menyerang. Masyarakat jadi mudah menarik kesimpulan hanya berdasarkan beberapa hal umum saja. Tetapi apakah itu terbukti secara ilmiah? Apakah ada faktor-faktor tertentu yang membuat seseorang lebih rentan memiliki risiko depresi lebih tinggi? Kalaupun ada, faktor apa saja? Apakah benar faktor-faktor di atas bisa menjadi acuan risiko depresi seseorang? 

Yuk, disimak ya!

Faktor-Faktor Risiko Depresi

Berdasarkan riset yang ada, berikut adalah faktor risiko yang sebenarnya menyebabkan beberapa orang lebih rentan mengalami depresi:

1. Riwayat Keluarga

Penelitian menemukan bahwa 30% kecenderungan seseorang untuk mengembangkan depresi diperoleh dari genetika. Sisanya 70% diperkirakan karena faktor lain yang berkontribusi. Artinya, kita mungkin lebih rentan mengalami depresi jika kita memiliki satu atau lebih anggota keluarga yang mengalami depresi.

2. Faktor Biokimia

Ketidakseimbangan beberapa neurotransmiter di otak juga dapat memicu depresi, seperti rendahnya kadar serotonin, norepinefrin, dan dopamin. Saat ini para peneliti sedang melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.

3. Kepribadian

Memiliki tipe kepribadian dan temperamen tertentu ternyata juga bisa lebih berisiko mengalami depresi, lho. Misalnya, tipe kepribadian avoidant (menghindar), tipe kepribadian anxious worrying (cemas menghindar), atau orang dengan tingkat neurotisisme tinggi. Namun, penting untuk dicatat bahwa hal tersebut tidak berarti orang dengan tipe kepribadian ini pasti mengalami depresi ya! Tipe kepribadian hanyalah salah satu faktor yang berkontribusi.

4. Faktor Risiko dari Lingkungan Sosial

Ada juga faktor-faktor sosial yang berkontribusi memicu seseorang mengembangkan depresi:

  • Stres: Peristiwa yang memicu stres dalam hidup seseorang dapat menimbulkan perasaan tertekan, hingga menempatkan orang pada risiko mengembangkan depresi.
  • Jenis Kelamin: Wanita ternyata dua kali lebih mungkin mengalami depresi, lho. Wanita sangat rentan terhadap depresi selama kehamilan dan persalinan atau biasa disebut depresi pasca persalinan.
  • Kurangnya dukungan keluarga atau sosial: Keterbatasan sosial atau jaringan pertemanan yang sedikit bisa menjadi sumber umum depresi. Perasaan dikucilkan atau kesepian juga dapat memicu episode depresi pada orang yang rentan terhadap gangguan mood.
  • Status kelompok minoritas: Studi telah menemukan bahwa menjadi bagian dari kelompok minoritas meningkatkan risiko mengembangkan depresi.

5. Trauma Masa Lalu

Orang-orang yang hidup dengan trauma masa kanak-kanak seperti pelecehan anak, penelantaran, paparan kekerasan, dan kesulitan ekonomi keluarga rentan untuk mengembangkan depresi selama masa remaja dan dewasa.

6. Penyakit

Rasa sakit dan stres yang datang karena kondisi tertentu, terutama yang bersifat kronis, dapat memengaruhi kondisi mental seseorang dan memicu depresi.

Setelah Kita Tahu Faktor Risiko Depresi

Memang benar beberapa faktor berkontribusi memberikan risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi. Tetapi penting untuk diketahui bahwa faktor-faktor tersebut biasanya tidak kasat mata. Wajah yang tampan/cantik, badan yang ideal, karir yang cemerlang, dan keluarga yang bahagia bukan berarti yang empunya juga tidak sedang bergumul dengan depresi. Memahami bahwa depresi dapat terjadi pada siapa saja dari latar belakang sosial, kelompok usia, etnis, dan jenis kelamin apapun seharusnya dapat menjadikan kita masyarakat yang lebih peduli dengan orang-orang yang berjuang melawan depresi. 

Kamu bisa membaca artikel ini untuk lebih tahu soal gangguan depresi mayor.

Terakhir, seperti yang disebutkan sebelumnya, depresi hanya dapat didiagnosis oleh seorang profesional. Self-diagnosis bisa membahayakan. Jika kamu perlu merujuk seseorang yang kamu kenal yang kemungkinan sedang berjuang melawan depresi, atau bahkan diri kamu sendiri, jangan ragu untuk menghubungi Kalmselor KALM melalui aplikasi KALM (unduh di sini).

Penulis: Jessica Delphina Lay

Translator: Rachma Fitrianing Lestari

Editor: Lukas Limanjaya

Sumber:

Causes of depression. Black Dog Institute. (2021). Retrieved from https://www.blackdoginstitute.org.au/resources-support/depression/causes/

Depression. World Health Organization. (2020). Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/depression.

Hicklin, T. (2020). Factors that affect depression risk. National Institutes of Health (NIH). Retrieved from https://www.nih.gov/news-events/nih-research-matters/factors-affect-depression-risk.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Laporan Nasional Riskedas 2018 (pp. 223-225). Jakarta. Retrieved from http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf

Legg, T. (2017). Depression Risks: Medical, Social, and Substance Factors. Healthline. Retrieved from https://www.healthline.com/health/depression/risk-factors.

Torres, F. (2020). What Is Depression?. American Psychiatric Association. Retrieved from https://www.psychiatry.org/patients-families/depression/what-is-depression.

Baca Artikel Lainnya

Hati-hati Infantilization: Ketika Pasangan Memperlakukanmu Seperti Bocah

Selama ini mungkin kita senang ketika dimanjakan oleh pasangan. Semakin memanjakan semakin terasa romantis. Tapi, ternyata ada kalanya ketika sikap memanjakan ini dilakukan bukan karena pasangan ki...

Career Shifting Gen-Z & Millennial Demi Passion & Kepuasan Pribadi

Generasi Z dan milenial dikenal dengan sifat mereka yang dinamis dan cenderung tidak takut untuk berpindah karier demi mengejar kepuasan pribadi dan profesional. Bener nggak, KALMers? Nah, salah sa...

Bahaya Screen Time Berlebihan Bagi Anak

Di era digital saat ini, teknologi telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita, termasuk anak-anak. Gadget seperti smartphone, tablet, dan komputer sering digunakan untuk hiburan,...