KALMers, siapa yang hobi berbelanja disini? Biasanya belanja barang apa, nih? Kalau belanjanya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan tentu saja tidak masalah, ya, KALMers. Tapi bagaimana jika perilaku belanja ini jadi berlebihan? Pernah dengar istilah Oniomania atau Gila Belanja? Mengapa hal ini bisa terjadi? Nah, di artikel kali ini Kalmselor Dwi ingin berbagi cerita dan informasi mengenai Gila Belanja atau Oniomania ini. Ayo kita simak!
Sebagai gambaran untuk KALMers, berikut adalah contoh kasus yang dialami oleh klien Kalmselor Dwi:
“Halo, sebut saja namaku A. Aku adalah mahasiswa jurusan Biologi. Aku sangat hobi belanja, setiap ada trend terbaru aku pasti akan membelinya. Aku merasa harus selalu up-to-date soal fashion. Memiliki sesuatu yang lagi trend seperti sepatu branded keluaran terbaru, tas dengan model yang lagi happening, baju, hingga aksesoris terbaru membuatku bahagia. Aku sangat suka mengikuti gaya berpakaian para selebgram yang lagi hits di dunia maya. Aku juga akan langsung mengganti barang yang sudah rusak walaupun barang itu hanya rusak sedikit dan masih diperbaiki. Apalagi jika ada barang diskon, aku akan segera membelinya sebanyak mungkin. Hal ini membuatku menghabiskan uang dengan sekejap.”
Bagaimana menurutmu, KALMers? Apakah sudah memiliki bayangan mengenai masalah ini? Atau justru kamu juga sedang mengalaminya?
Oniomania adalah suatu kondisi psikologis yang membuat seseorang menjadi kecanduan belanja sehingga merusak secara sosial dan finansial. Istilah ini juga dikenal sebagai gangguan belanja kompulsif. Kondisi ini menjadikan seseorang memiliki kebiasaan belanja berlebihan, baik dalam jumlah maupun frekuensi. Mereka membeli barang bukan karena butuh, melainkan hanya karena ingin dan senang melakukannya. Mereka percaya belanja dapat membantu meningkatkan harga diri dan reputasi mereka. Berdasarkan data penelitian diketahui bahwa 90% pengidap Oniomania adalah perempuan, lho!
Penelitian menyebutkan, orang yang kecanduan, apapun itu, cenderung memiliki kadar serotonin (biasa disebut hormon kebahagiaan) yang rendah. Dalam jumlah normal, serotonin bisa menimbulkan rasa senang. Tapi ketika tubuh mengalami stres, dibutuhkan lebih banyak serotonin untuk mengkompensasi kondisi itu. Nah, akhirnya berbelanja seringkali dijadikan sumber kepuasan untuk menghilangkan kecemasan akibat emosi negatif atau stres.
Seseorang yang mengalami kecanduan belanja biasanya tidak menyadari hal tersebut terjadi pada dirinya. Untuk mengenali apakah kamu termasuk orang yang mengalami kecanduan belanja atau tidak, berikut tanda-tanda yang perlu kamu ketahui:
Selain itu, tanda lain yang dominan pada orang kecanduan belanja adalah mereka lebih suka berbelanja sendiri daripada bersama teman maupun keluarga, agar tidak malu saat membeli barang.
Kamu dapat berkonsultasi dengan ahli kesehatan mental jika merasa memiliki kondisi ini. Psikolog biasanya akan melakukan terapi perilaku kognitif atau CBT yang mungkin lebih efektif untuk menangani gangguan Oniomania. KALMers dapat berkonsultasi dengan Kalmselor Dwi di Aplikasi KALM (unduh di sini) dengan memasukkan kode Kalmselor DWI-888.
Selain itu, untuk masalah keuangan, KALMers juga disarankan mencari bantuan dari perencana finansial ya. Terlebih jika kondisi ini sudah sangat berdampak pada kondisi finansialmu.
Sekian artikel mengenai Oniomania ini, sampai jumpa di artikel-artikel selanjutnya!
Baca juga artikel Cinderella Complex… Apa Itu? oleh Kalmselor Dwi.
Penulis: Kalmselor Dwi Purwanti
Editor: Rachma Fitria & Lukas Limanjaya
Sumber:
Parapuan. (2011). Anda Gila Belanja? Awas Ini Gangguan Psikologis. Retrieved from: https://www.tribunnews.com/lifestyle/2011/06/22/anda-gila-belanjaawas-ini-gangguan-psikologis.
Woman. (2018). Menurut Ahli, Kecanduan Berbelanja Tergolong Sebagai Gangguan Mental. Retrieved from: https://kumparan.com/kumparanstyle/menurut-ahli-kecanduan-berbelanja-tergolong-sebagai-gangguan-mental-1533698913039004048/full.
Tiara Putri. (2018). Gila Belanja Tergolong sebagai Gangguan Mental?. Retrieved from: https://lifestyle.okezone.com/read/2018/08/08/194/1933469/gila-belanja-tergolong-sebagai-gangguan-mental