Hari Pencegahan Bunuh Diri: Penyebab & Cara Membantu Mereka

Description

KALMers, tahukah kamu jika setiap tanggal 10 September diperingati sebagai World Suicide Prevention Day (Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia)? Peringatan ini bertujuan agar orang lebih sadar betapa seriusnya masalah bunuh diri. Menurut data WHO (2019), 700.000 orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahunnya. Selain itu, bunuh diri juga menyumbang 1,3% dari semua kematian di seluruh dunia pada tahun 2019.

Oleh karena itu, KALM di sini juga ingin turut memberikan edukasi mengenai masalah ini. Mari kita sama-sama belajar menjadi lebih peka tentang isu bunuh diri ini sehingga dapat membantu orang-orang terdekat yang sedang mengalami situasi sulit hingga memiliki pikiran bunuh diri. Tujuan akhirnya tentu supaya bunuh diri dapat dicegah.

Namun sebelumnya, artikel ini mungkin mengandung konten yang dapat men-trigger (memicu) dan membuatmu merasa tidak nyaman. Jika kamu merasa terganggu dengan topik ini, kamu bisa berhenti membacanya, ya!

Pikiran Bunuh Diri Pasif

Sering orang salah paham bahwa seseorang baru bisa dibilang ‘ingin bunuh diri’ jika ia sudah melakukan tindakan/perilaku aktif yang mengarah pada bunuh diri. Nyatanya tidak begitu, lho! Seseorang juga dapat mengalami apa yang disebut dengan Passive Suicidal Thoughts (Pikiran Bunuh Diri Pasif). Dalam hal ini seseorang merasa ingin menyerah pada hidup tanpa memiliki rencana konkret untuk bunuh diri.

Passive Suicidal Thoughts ini tidak boleh diremehkan karena mereka yang mengalami ini cepat atau lambat bisa mulai secara aktif mengembangkan rencana untuk mengambil nyawa mereka sendiri.

Penyebab Bunuh Diri

Beberapa hal di bawah ini bisa menjadi penyebab seseorang memiliki pikiran/keinginan bunuh diri:

1. Gangguan Mental

Pikiran bunuh diri sering kali berasal dari gangguan mood seperti gangguan kecemasan, bipolar, depresi mayor, dan depresi persisten (distimia). Bisa juga terkait dengan gangguan kepribadian, terutama Borderline Personality Disorder. Kondisi hormonal termasuk depresi pasca melahirkan dan perimenopause juga bisa menjadi faktor. Selain itu, gangguan stres pasca-trauma (PTSD) sering menyebabkan munculnya pikiran bunuh diri.

2. Burnout

Burnout yang tidak segera ditangani dapat memicu munculnya pikiran bunuh diri. Orang-orang dengan pekerjaan bertekanan tinggi dan memiliki jam kerja panjang serta sedikit tidur rentan mengalami stres dan burnout. Mereka yang kewalahan mengatasi situasi ini mungkin memilih bunuh diri sebagai cara menghentikannya.

Baca artikel Bye-bye Burnout: Cara Mencegah Burnout untuk bagaimana menghindarinya.

3. Penyakit Fisik Kronis

Orang-orang yang didiagnosis memiliki penyakit kronis seperti kanker juga rentan akan pikiran bunuh diri. Mereka mungkin berpikir bahwa kehidupan mereka sudah tidak berarti akibat penyakit atau rasa sakit terus menerus yang mereka rasakan. Akibatnya, daripada hidup dengan penyakit mereka memilih untuk mengakhiri hidup.

4. Trauma Yang Belum Selesai

Trauma masa kecil yang belum terselesaikan juga dapat menyebabkan orang ingin mengakhiri hidup. Seseorang yang mengalami pelecehan di masa kanak-kanak dan sekarang menderita PTSD rentan untuk mengalami mimpi buruk dan mengembangkan pemikiran bahwa dunia bukanlah tempat yang aman sepanjang hidupnya. Mereka lalu mempertanyakan apakah hidup benar-benar layak untuk dijalani.

Jika KALMers mendapati orang terdekatmu mengalami satu di antara hal-hal di atas, cobalah untuk hadir untuk mereka. Keberadaanmu bisa jadi sedikit meringankan kesulitan yang sedang mereka hadapi.

Hal Yang Bisa Kita Lakukan

Hal pertama yang bisa dilakukan ketika merasa orang terdekatmu memiliki keinginan bunuh diri adalah bertanya. Jangan ragu bertanya, "Apakah kamu memiliki pikiran untuk bunuh diri?" Penelitian menunjukkan bahwa bertanya kepada orang yang berisiko bunuh diri tidak membuat keinginan bunuh diri mereka jadi meningkat, kok. Sebaliknya, ini akan memberimu informasi mengenai bagaimana membantu mereka. 

Hal-hal lain yang bisa kamu lakukan adalah:

1. Mendengarkan

Orang yang ingin bunuh diri biasanya membawa beban yang sulit mereka tangani. Kamu bisa membantunya meringankan beban dengan mendengarkan saat mereka melampiaskan perasaan putus asa, marah, dan kesepian.

2. Validasi Perasaan

Berikan empati kepada mereka dengan tidak menghakimi, sabar, tenang, dan menerima. Jangan memberikan respon seolah apa yang mereka rasakan adalah hal yang salah. Apalagi kalau sampai membawa-bawa soal dosa.

3. Hindari Mencoba Memecahkan Masalah

Hindari menawarkan solusi instan atau meremehkan perasaan orang tersebut. Seberapa besar mereka memandang masalah itu dan seberapa besar mereka terluka karenanya adalah yang terpenting. Argumen-argumen rasional tidak akan berguna untuk membujuknya ketika mereka berada dalam keadaan pikiran seperti ini.

4. Cari Bantuan Profesional

Penting diketahui saat ini di Indonesia tidak memiliki hotline atau layanan telepon khusus untuk pencegahan bunuh diri. Jika kamu berada dalam situasi darurat, kamu bisa langsung menghubungi fasilitas kesehatan terdekat seperti Puskesmas atau Rumah Sakit.

Kamu juga bisa membantu mereka dengan merekomendasikan layanan kesehatan mental. Psikolog/Psikiater dapat memberikan tips tentang mengelola emosi atau keadaan yang membuat seseorang ingin mengakhiri hidup.

Aplikasi KALM hadir untuk memudahkanmu mencari bantuan profesional. Kamu dapat melakukan konseling secara online dengan banyak pilihan Kalmselor profesional di sini. Ketahuilah KALMers, dengan merekomendasikan konseling pada orang yang membutuhkan kamu sudah berkontribusi dalam upaya pencegahan bunuh diri.

Penulis: Rachma Fitria

Editor: Lukas Limanjaya

Sumber:

Nittle, N. (2021, June 30). What to do when you feel like giving up on life. Verywell Mind. Retrieved from: https://www.verywellmind.com/what-to-do-when-you-feel-like-giving-up-on-life-5186949

Schimelpfening, N. (2020, March 26). How to help when a friend is feeling suicidal. Verywell Mind. Retrieved from: https://www.verywellmind.com/what-to-do-when-a-friend-is-suicidal-1065472

World Health Organization. (2021, June 16). Suicide data. WHO. Retrieved from: https://www.who.int/teams/mental-health-and-substance-use/suicide-data

Baca Artikel Lainnya

Hati-hati Infantilization: Ketika Pasangan Memperlakukanmu Seperti Bocah

Selama ini mungkin kita senang ketika dimanjakan oleh pasangan. Semakin memanjakan semakin terasa romantis. Tapi, ternyata ada kalanya ketika sikap memanjakan ini dilakukan bukan karena pasangan ki...

Career Shifting Gen-Z & Millennial Demi Passion & Kepuasan Pribadi

Generasi Z dan milenial dikenal dengan sifat mereka yang dinamis dan cenderung tidak takut untuk berpindah karier demi mengejar kepuasan pribadi dan profesional. Bener nggak, KALMers? Nah, salah sa...

Bahaya Screen Time Berlebihan Bagi Anak

Di era digital saat ini, teknologi telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita, termasuk anak-anak. Gadget seperti smartphone, tablet, dan komputer sering digunakan untuk hiburan,...