Hai, KALMers! Untuk mengakhiri bulan November ini, KALM masih punya satu Kalmselor of the Month yang nggak kalah keren dari Kalmselor-Kalmselor sebelumnya, nih! Siapa yang sudah nggak sabar dengar cerita dari Kalmselor Grace? Berikut wawancara KALM!
Kalmselor of the Month bulan November lainnya: Tips untuk Para Psikolog dan yang Mau Jadi Psikolog (Kalmselor of the Month: Hertha Hambalie), Dari Perjalanan Melawan Stigma hingga Tips Untukmu yang Insecure (Kalmselor of the Month: Vensi Gunawinata), Menu Self-Care ala Kalmselor Laras (Kalmselor of the Month: Larasati Margaretha), dan Pentingnya Self-Healing Bagi Psikolog (Kalmselor of The Month: Cut Maghfirah F)
Buat yang belum tau, Kalmselor Grace atau Psikolog Grace Maretta adalah salah satu Kalmselor favorit di Aplikasi KALM, KALMers! Ia adalah seorang Psikolog Klinis yang sudah berpraktik di KALM sejak tahun 2019. Selama melakukan praktik konseling, Kalmselor Grace paling sering menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan gangguan kecemasan, emosi dan mood, hubungan romantis, pengasuhan anak, serta isu tentang stres.
Pemilihan Kalmselor Grace sebagai Kalmselor of the Month bulan November ini bukan tanpa alasan, KALMers. Nyatanya effort-nya untuk selalu aktif mendampingi klien patut diacungi jempol, lho! Tak jarang ia bahkan berinisiatif menghubungi klien terlebih dahulu ketika klien mulai tidak aktif padahal paket konselingnya masih berjalan. Ia dengan senang hati akan menanyakan kabar klien dan apa yang bisa ia bantu selanjutnya. Pokoknya nggak nyesel, deh konseling sama Kalmselor Grace!
Buat KALMers yang mau berkonsultasi dengan Kalmselor Grace Maretta bisa login di Aplikasi KALM (download di sini) lalu masukkan Kode Kalmselor GRA-584, ya!
Saat ditanya mengenai hal yang ingin lebih didalami, Kalmselor Grace menyebutkan masalah gangguan kepribadian adalah yang paling menarik perhatiannya saat ini. Setelah menemui klien yang memiliki gangguan kepribadian ia jadi lebih tergerak untuk belajar lebih supaya bisa membantu mereka secara maksimal.
“Berbeda dengan gangguan lainnya, gangguan kepribadian punya bibit-bibit tersendiri yang terbentuk sejak mereka anak-anak. Kalau bisa dibilang, gangguan kepribadian ini kayak udah jadi bagian dari diri mereka, gitu. Sehingga treatment-nya pun akan jauh lebih complicated,” jelasnya.
Menurutnya, sangatlah tidak adil bagi mereka yang memiliki gangguan kepribadian untuk disandingkan dengan label-label destruktif dari gangguan yang mereka derita. Misalnya, orang yang menderita Borderline Personality Disorder (BPD) akan selamanya dicap sebagai orang dengan perilaku impulsif dan emosi yang tidak stabil. Sayang sekali kalau mereka sampai menganggap hal tersebut adalah suatu kewajaran yang ada dalam diri mereka.
Tahukah KALMers, jika terkadang kita justru overthinking tentang hal yang kita sendiri sebenarnya paham jika itu harus kita jalani. Tapi kita takut melakukannya. Cemas karena takut gagal melakukannya. Akhirnya hanya bisa memikirkannya sambil terus menunda-nunda melakukan apa yang seharusnya dilakukan tersebut.
Nah untuk mengatasinya overthinking jenis ini Kalmselor Grace menyarankan untuk segera melakukan apa yang menjadi kewajiban kita tersebut.
“Dengan begitu kita bisa melihat, apakah kecemasan-kecemasan yang selalu kita pikirkan dalam overthinking itu bakal 100% terbukti atau itu sebenarnya hanya ketakutan nggak berdasar kita aja,” tambahnya.
Boleh overthinking tapi sambil dihadapi. Jangan hanya berdiam diri, KALMers!
Kamu boleh banget konseling mulai dari masalah yang kamu anggap sepele misalnya nggak punya teman ngobrol. Dalam konseling kita bukan hanya membahas gangguan psikologis yang parah, kok. Justru ketika kita butuh teman berbicara yang objektif dan penerimaan tanpa syarat, saat itulah konseling bisa jadi solusinya.
Penulis: Rachma Fitria
Editor: Lukas Limanjaya