Artikel Kalmselor of the Month kembali lagi nih, KALMers! Dari judulnya sudah tersampaikan dengan jelas ya kalau kali ini kita akan berkenalan lebih dekat dengan Kalmselor Siska. Kalmselor favorit siapa, nih?
Baca juga: Kalmselor Khairi Wardi: Mengenal Lebih Jauh Tentang Hipnoterapi, Tips untuk Para Psikolog dan yang Mau Jadi Psikolog (Kalmselor of the Month: Hertha Hambalie)
Sudah nggak sabar? Berikut hasil interview KALM bersama Kalmselor Siska!
Psikolog Siska Mithalia atau sering dipanggil Kalmselor Siska adalah seorang Psikolog Klinis dan HR Consultant yang mulai berpraktik di Aplikasi KALM di tahun 2021 ini, KALMers! Sebagai seorang perempuan yang ingin aktif berkarir, ia memutuskan untuk mengambil konsentrasi di bidang Psikologi Industri Organisasi dan Klinis Dewasa. Bahkan sebelum lulus S2 dia sudah menjadi seorang HR Consultant berpengalaman, lho! Keren ya!
Nah, sebagai seorang HR Consultant, Kalmselor Siska pastinya sudah khatam banget nih membahas topik toxic workplace. Bagaimana pendapatnya mengenai toxic workplace ini? Yuk, disimak!
Menurut Kalmselor Siska, banyak orang salah paham dalam memahami toxic workplace. Kita mungkin mengira jika toxic workplace itu sepenuhnya disebabkan oleh pihak organisasi atau perusahaan yang tidak mampu menciptakan kondisi kerja yang baik bagi karyawannya, padahal ternyata tidak begitu, KALMers! Kita sebagai seseorang yang terlibat dalam organisasi juga bisa lho terlibat dalam menciptakan toxic workplace. Kok bisa?
Contoh sederhananya adalah budaya bergosip. Bergosip di lingkungan kerja bukan hal yang mudah untuk dihindari. Awalnya mungkin kita hanya berperan sebagai pendengar, namun lama-kelamaan bisa jadi turut terlibat aktif jika terus-menerus dimintai pendapat, kan?
“Selain itu misalnya silent meeting. Saat sedang meeting kita hanya diam dan tidak mau berpendapat, tapi setelah meeting banyak komplain. Ini juga salah satu tipikal orang-orang dalam toxic workplace,” tambah Kalmselor Siska.
Bagaimana menurutmu, KALMers?
Sebelum masuk kerja di suatu perusahaan, kamu sebenarnya bisa mengecek, lho apakah perusahaan yang kamu tuju memiliki kecenderungan toxic workplace atau tidak.
Salah satu aspek yang paling mudah diamati adalah angka turnover karyawan. Apakah perusahaan tersebut sering gonta ganti karyawan atau tidak. Sebagai trick-nya kamu buka akun LinkedIn para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut dan lihat berapa lama rata-rata mereka bekerja di sana. Jika banyak karyawan yang hanya bertahan beberapa bulan saja, itu bisa menjadi red flag, lho!
Selain itu kamu juga bisa melakukan cross check keselarasan visi misi perusahaan dengan budaya kerjanya pada saat interview kerja, KALMers! Interview kerja tidak hanya berfungsi sebagai tempat menguji calon karyawan tapi juga sebaliknya, tempat calon karyawan menguji perusahaan yang dituju.
Lalu kalau sudah terjebak bagaimana? Tenang, resign bukan solusi satu-satunya kok, KALMers. Kalmselor Siska menjabarkannya ke dalam beberapa cara:
Buat batasan yang jelas baik antara diri dengan urusan pekerjaan atau diri dengan orang-orang yang terlibat dalam toxic workplace. Hal ini dilakukan supaya kita tidak terpengaruh.
Inner circle penting untuk kita jadikan sebagai tempat sharing. Kita butuh orang-orang di luar kantor untuk bisa mendapatkan pandangan yang lebih objektif atas apa yang terjadi dan kita rasakan di kantor.
Jika sudah merasa tidak kuat dan ingin pindah, pastikan kamu sudah dapat pekerjaan yang lebih baik. Jika belum, sambil menunggu pekerjaan yang lebih baik kamu bisa upgrade skill yang akan menunjang pekerjaan kamu.
Bagaimana menurutmu, KALMers? Sudah yakin untuk resign? Jika kamu masih merasa kesulitan menghadapi toxic workplace, kamu bisa langsung konseling di Aplikasi KALM (download di sini) dengan Kalmselor Siska dengan memasukkan kode kalmselor SIS-486, ya!
Jangan pernah merasa bahwa ada yang salah dengan dirimu hanya karena kamu konseling dengan psikolog. Kamu boleh konseling hanya untuk sekedar mengeluhkan kehidupan sehari-hari atau ingin mendapatkan insight baru mengenai suatu permasalahan. Kalmselor di Aplikasi KALM siap mendengarkan ceritamu, KALMers.
Penulis: Rachma Fitria
Editor: Lukas Limanjaya