KALMers, di artikel sebelumnya kita sudah membahas mengenai 5 jenis defense mechanisms yang paling sering dilakukan. Nah, karena jenis defense mechanism ada banyak sekali, di artikel ini KALM akan memperkenalkan kamu ke jenis-jenis defense mechanism lainnya. Walaupun mungkin tidak se-familiar mekanisme pertahanan diri yang sudah kita sebutkan di artikel sebelumnya, bentuk-bentuk ini nyatanya kadang kala juga dilakukan banyak orang, lho!
Baca juga: 5 Jenis Defense Mechanism yang Paling Sering Dilakukan (Part 1)
Memangnya apa saja? Langsung saja kita simak penjelasannya!
KALMers kamu mungkin bersikap berkebalikan dengan apa yang kamu rasakan, kan? Misalnya ketika kamu sangat membenci seseorang tetapi perilaku yang kamu lakukan tunjukkan justru sebaliknya. Kamu selalu bersikap baik dan ramah pada orang yang kamu benci. Hmm.. kok bisa ya?
Hal tersebut merupakan bentuk reaction formation, KALMers. Ketika kita berperilaku atau mengekspresikan sesuatu yang berkebalikan dari perasaan yang dirasakan. Menurut Freud hal ini dilakukan untuk menyembunyikan perasaan kita yang sebenarnya karena perasaan tersebut dianggap memalukan atau membuat kita merasa cemas dan terancam.
Sublimasi adalah mekanisme pertahanan diri yang memungkinkan kita untuk mengekspresikan sesuatu yang tidak dapat diterima dengan mengubah perilaku ini menjadi bentuk yang lebih dapat diterima. Misalnya, seseorang yang sedang sangat marah kemudian memutuskan untuk bermain tinju atau olah raga bela diri lain untuk melampiaskan rasa frustrasinya.
Rasionalisasi adalah bentuk defense mechanism di mana seseorang sengaja mencari-cari alasan yang menurut mereka benar (meskipun alasan-alasan tersebut sebenarnya tidak logis) untuk menutupi alasan sebenarnya atas tindakan mereka. Misalnya, seorang siswa yang mengatakan bahwa sang guru tidak menyukainya secara personal dan sengaja memberikan soal-soal yang sulit ketika nilai ujiannya jelek. Padahal nyatanya yang membuat ia gagal dalam ujian adalah karena ia tidak belajar sebelumnya.
Seseorang melakukan rasionalisasi untuk melindungi diri dari perasaan bersalah, rendah diri, atau insecure, KALMers. Sebagai manusia kita punya kecenderungan untuk mengakui keberhasilan sebagai hasil dari usaha diri sendiri. Namun, jika berkaitan dengan kegagalan, kita akan menyalahkan keadaan atau orang lain. Hmm.. begitulah manusia.
Defense mechanism ini menjelaskan bagaimana sebagian orang memilih untuk berfokus pada analisis intelektual daripada emosional ketika menghadapi masalah. Beberapa orang mungkin tidak terbiasa atau tidak nyaman membicarakan soal perasaan, jadi alih-alih memvalidasi apa yang dirasakan, ia berusaha menjelaskan kondisinya dengan alasan yang logis dan menurutnya masuk akal. Misalnya, ketika seseorang diputuskan oleh pacarnya ia lalu menganalisa alasan mengapa dia diputuskan dengan kepala dingin; memang ada ketidakcocokan, masih ada perempuan/laki-laki lain di luar sana, dan seterusnya.
Pada jangka pendek, defense mechanism ini memang bisa membantu kita untuk menghindari perasaan-perasaan tidak mengenakan pada saat itu. Namun, apabila tidak hati-hati, kita akan terus memendam dan tidak mengindahkan perasaan kita atau orang lain sama sekali.
Acting out menggambarkan perilaku seseorang yang mengekspresikan pikiran atau perasaannya secara berlebihan dan cenderung mendramatisir. Misalnya, alih-alih memberi tahu seseorang bahwa kamu marah padanya, kamu justru berteriak dengan kata-kata kotor padanya atau melemparkan barang ke dinding. Hal itu kamu lakukan untuk meluapkan rasa marahmu ke orang tersebut.
Untuk beberapa kondisi hal ini juga bisa menjelaskan perilaku self-harm atau self-injury, KALMers. Perilaku self-harm bisa jadi adalah cara seseorang untuk mengungkapkan rasa sakit emosional yang ia rasakan. Karena ia sudah tidak sanggup menahannya dan kesulitan mengekspresikan emosinya, ia mengalihkannya pada rasa sakit fisik.
Bagaimana pendapatmu akan hal ini, KALMers?
Seperti yang telah disampaikan pada artikel sebelumnya jika defense mechanism adalah cara kita melindungi diri dari bahaya atau peristiwa tidak mengenakkan. Meskipun berguna, ada defense mechanism yang justru bisa merugikan diri, lho! Misalnya ketika kita acting out, alih-alih menyampaikan perasaan kita secara asertif, defense mechanism jenis ini membuat kita bertindak secara ekstrem. Tindakan ini tidak hanya akan menyakiti orang yang menjadi sasaran kemarahanmu, tetapi juga kamu sendiri. Ini sebenarnya bukan cara yang sehat untuk mengekspresikan emosi kita.
Nah, untuk itu sangat penting untuk kita memahami dan mengidentifikasi jenis mekanisme pertahanan diri yang sering kita lakukan. Dengan begitu kita bisa tahu kebiasaan mana yang sehat dan mana yang tidak sehat.
Kalmselor di aplikasi KALM bisa membantu kamu mengidentifikasi unhealthy defense mechanisms yang ada dalam diri kamu. Dengan konseling, Kalmselor akan mengajarkan coping skill yang lebih efektif dalam menghadapi peristiwa yang stressful sehingga kamu dapat mengembangkan perilaku yang lebih sehat, KALMers. Unduh aplikasi KALM sekarang juga (di sini) untuk mulai konselingmu, ya!
Penulis: Rachma Fitria
Editor: Lukas Limanjaya
Sumber:
Cherry, K. (2021, November 29). 20 common defense mechanisms used for anxiety. Verywell Mind: https://www.verywellmind.com/defense-mechanisms-2795960
Holland, K. (2019, February 11). 10 defense mechanisms: what are they and how they help us cope. Healthline: https://www.healthline.com/health/mental-health/defense-mechanisms