KALMers, setiap hubungan pasti ada masalah. Ada kalanya ketika kamu dan pasangan sedang menghadapi konflik, salah satu dari kalian akan mendiamkan satu sama lain atau yang biasa disebut dengan silent treatment. Padahal, silent treatment itu nggak baik buat hubungan, lho karena menunjukkan komunikasi yang nggak sehat. Silent treatment membuat masalah kalian tak selesai dan justru malah semakin memburuk. Yuk, simak artikel di bawah ini!
Silent treatment merupakan suatu tindakan ketika satu orang menolak untuk berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain. Meskipun normal untuk menenangkan diri setelah terjadi pertengkaran atau percakapan yang membuat frustrasi, namun silent treatment tak jarang justru digunakan sebagai cara bagi seseorang untuk menghukum atau mengendalikan orang lain. Hal ini dikenal juga sebagai silent treatment abuse.
Tak cuma diam tanpa mengatakan apa pun, silent treatment juga bisa muncul dalam bentuk kalimat-kalimat seperti, “Kamu pikir aja sendiri salahnya di mana,” “Terserah lah,” atau “Kamu memang nggak peka, ya,” ketika sedang bertengkar dengan pasangan. Hal ini tentu tak baik karena setiap masalah yang terjadi dalam suatu hubungan sebaiknya dikomunikasikan, bukan mengharapkan orang lain memahami maksud kita tanpa mengutarakan apa yang kita inginkan.
Ketika terjadi konflik dalam hubungan, sangat wajar bagi kita mengambil waktu jeda sebentar untuk menenangkan diri dari pertengkaran yang memanas. Hal ini tentu boleh dilakukan karena ketika kita bertengkar, emosi negatif seperti marah akan dominan dan menguasai diri. Saat emosi ini muncul, jika dipaksakan untuk berkomunikasi pasti komunikasi tidak akan berjalan dengan baik. Nah, makanya disarankan untuk menenangkan diri sejenak sampai emosi negatif itu mereda. Setelah semua tenang, baru kamu dan dia bisa membahas masalahnya bersama.
Namun berbeda dengan menenangkan diri, silent treatment biasanya dilakukan tidak untuk meredakan emosi, melainkan didasari keengganan untuk membahas masalah, bahkan tuntutan untuk merasa dipahami tanpa memberitahukan apa yang sebenarnya kita inginkan dan butuhkan.
Nah, itu yang nggak boleh ya, KALMers!
Pelecehan emosional (emotional abuse) merupakan perilaku dan tindakan yang dimaksudkan untuk mengikis harga diri seseorang. Perilaku ini biasanya dilakukan dengan cara memanipulasi korban dan membuatnya merasa bersalah sehingga dengan sendirinya merendahkan diri dan bergantung pada pelaku.
Silent treatment bisa dikatakan sebagai emotional abusive ketika hal ini sering dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan menunjukkan berdampak negatif pada korban. Dampak yang dirasakan korban silent treatment bisa dibilang hampir mirip dengan korban gaslighting. Misalnya korban jadi mudah menyalahkan diri atas hal yang tidak ia lakukan, tak mempercayai apa yang ia pikirkan dan rasakan, selalu membutuhkan validasi pelaku, dan mulai menggantungkan keberhargaan dirinya pada pelaku.
Nah, KALMers, berikut tanda-tanda silent treatment harus kamu ketahui:
Pelecehan emosional dilakukan setidaknya untuk mengendalikan perilaku seseorang. Sering kali, kekerasan emosional membuat target merasa kurang percaya diri dan bergantung pada pelaku.
Apakah setiap terjadi pertengkaran, pasanganmu berusaha untuk mengendalikanmu?
Pelaku dapat menggunakan silent treatment untuk memanipulasi seseorang ke dalam tindakan tertentu. Jika seseorang memberikan perlakuan silent treatment kepada kamu untuk mendapatkan sesuatu untuk mereka sendiri, mereka menunjukkan tanda pelecehan emosional.
Ketika sedang mengalami konflik dengan pasangan, sering kali seseorang mengambil waktu diam untuk menjernihkan pikiran. Hal ini merupakan salah satu bentuk mekanisme koping yang sehat supaya ia tidak secara sengaja melakukan atau mengatakan sesuatu yang menyakitkan. Namun jika hal ini berkelanjutan dalam waktu yang lama dan digunakan untuk menghindari percakapan penting, ini bisa jadi adalah silent treatment ya, KALMers.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat kamu lakukan jika kamu merasa sudah menjadi korban silent treatment:
Kamu dapat beritahu apa yang kamu rasakan ketika kalian dalam kondisi yang tenang. Biarkan mereka tahu bahwa perilaku mereka terasa menyakitkan dan kasar, dan itu merupakan perilaku yang butuh kalian ubah secara bersama.
Bicarakan kepada pasanganmu mengenai aturan komunikasi, terutama ketika sedang menghadapi konflik. Misalnya, tidak apa-apa untuk meluangkan waktu untuk mengambil waktu diam (time out), namun tetap memberikan batasan. Kamu dapat memutuskan untuk memberi waktu time out selama satu jam setelah konflik terjadi, atau kalian dapat membahasnya di lain waktu.
Kamu dapat memberitahu pasanganmu apa konsekuensinya jika mereka terus memberikan perlakuan tersebut. Ketika batasanmu dilanggar, ambil tindakan.
Bagaimana menurutmu, KALMers? Semoga artikel ini dapat membantumu memahami silent treatment, ya. Jika kamu merasa tindakan pasanganmu sudah melewati batas, jangan ragu untuk menghubungi Kalmselor melalui aplikasi KALM (unduh di sini) untuk mengkonsultasikan permasalahanmu, ya.
Penulis: Balqis Aisyiyah
Editor: Rachma Fitria
Sumber:
Burch, Kelly (2022, March 24). Is Silent Treatment a Form of Abuse? Here’s What to Know. Very Well Mind. Retrieved from https://www.verywellhealth.com/silent-treatment-abuse-5219934
Stritof, Sheri (2020, June 1). What Couples Should Know About the Silent Treatment. Very Well Mind. Retrieved from https://www.verywellmind.com/married-couples-silent-treatment-2303421