Kalmselor Puspita Sari: Saat Kamu Terjebak Manipulasi Emosi

Description

KALMers sering dengar istilah ‘gaslighting’ dan ‘love-bombing’ belakangan ini? Seringnya istilah itu muncul ketika membicarakan tentang bentuk hubungan yang tidak sehat. Banyak korban yang merasa hanyut dalam tipu daya si pelaku gaslighting dan love-bombing ini. Tapi, sebenarnya gimana sih, mekanisme di balik itu semua? Nah, Kalmselor Puspita siap menjawab lewat artikel kali ini!

Yuk, Kenalan dengan Kalmselor Puspita dulu!

Supaya lebih mantap, mari kita kenalan dulu sama Kalmselor of the Month bulan Desember ini, Kalmselor Puspita Sari. Telah bergabung dengan KALM sejak Oktober 2021, Kalmselor Puspita sering menangani permasalahan relasi interpersonal, overthinking, stres, sulit mengendalikan perasaan, hingga trauma akibat kekerasan fisik dan psikologis. Makanya, Kalmselor Puspita cocok banget untuk kita tanyain seputar manipulasi emosi ini, nih!

83 - Puspita Sari, M. Psi., Psikolog (1)

Manipulasi Emosi: 'Penjara' dalam Hubungan Toxic

Beberapa dari kita mungkin pernah berpikir, "Kok bisa ya, mereka tahan sama pasangannya padahal udah jelas sering diperlakukan kasar?" Apakah karena para korban punya sikap tangguh? Sabar? Kuat? Atau karena terlanjur cinta?

Jawabannya adalah tidak. Menurut Kalmselor Puspita Sari, seseorang akhirnya bisa terjebak dalam hubungan toxic disebabkan oleh adanya manipulasi emosi dari pasangan. Korban sedemikian rupa diperdaya sehingga selalu menolerir kesalahan-kesalahan pasangan, bak lingkaran setan.

Biasanya, manipulasi emosi dilakukan dalam bentuk perkataan atau perilaku yang mengintimidasi, mengendalikan, hingga mempermalukan seseorang. Hal ini dilakukan pelaku supaya dia mendapatkan kendali atas orang lain. Korban dibuat tunduk sesuai dengan keinginannya. Apabila tidak menurut, korban biasanya akan dibuat merasa bersalah.

Bermacam Bentuk Manipulasi Emosi

Penting, nih! Kamu harus tau macam-macam rupa manipulasi emosi supaya kamu bisa lebih tanggap dalam mengidentifikasi orang sekitarmu yang manipulatif.

1. Guilt-tripping

Membuat orang lain merasa bersalah kalau nggak ikutin maunya dia. Misalnya, dia bilang "Masa kamu nggak mau nraktir aku padahal abis gajian? Aku udah susah payah jemput kamu, lho."

2. Love-bombing

Awalnya menghujani dengan segala bentuk perhatian dan kasih sayang, tapi setelah itu diungkit-ungkit setiap kali dia minta sesuatu.

3. Gaslighting

Para pelaku gaslighting paling hobi bikin targetnya jadi meragukan pemikiran atau persepsinya sendiri. Contohnya dia bilang "Aku nggak pernah teriakin kamu, lho. Itu perasaan kamu aja."

4. Silent treatment

Ngediemin orang kalau dia nggak senang atas sesuatu yang orang itu lakukan. Orang lain jadi harus berusaha sendirian untuk memperbaiki keadaan.

5. Playing victim

Demennya melimpahkan kesalahan ke orang lain dan bertingkah seolah dia yang menjadi korban. Seringnya bilang gini, "Aku begini juga karena kamu", "Bukan salah aku kalau…", atau "Kamu nggak ngertiin keadaan aku."

6. Memanfaatkan rasa insecure-mu

Titik rasa tidak percaya diri orang lain dijadikan senjata andalan, sehingga korban merasa segala yang dikatakannya ada benarnya.

Tanda Seseorang Korban Manipulasi Emosi

  • Sering ragu dengan diri sendiri, merasa bersalah, dan jadi mudah merasa insecure
  • Mulai mencemaskan kemungkinan ditinggalkan/kehilangan orang tersebut
  • Orang terdekatmu lebih percaya dia dibandingkan kamu
  • Kelemahanmu sering diusik dan dijadikan senjata oleh dia
  • Hati kecilmu merasa ada yang salah dari hubungan ini

Lalu Harus Bagaimana?

Kalmselor Puspita punya beberapa tips untuk menghadapi orang manipulatif dengan bijak:

  • Hindari berperan sebagai montir kehidupan dia

Bukan tugas kamu untuk memperbaiki dia. Ingat, sulit mengubah orang lain jika keinginan untuk berubah bukan muncul dari dirinya sendiri. Lebih baik, kamu fokus pada kebutuhanmu sendiri.

  • Hindari self-blame

Kamu juga harus menghargai dirimu sendiri. Jangan terlalu sering menyalahkan diri atas perbuatan yang sebenarnya bukan salahmu.

  • Berikan pagar batasan dengan dia

Mulai tetapkan batasan interaksi dengannya. Lalu, perlahan mulai hindari interaksi yang berkepanjangan dengannya, bahkan sebisa mungkin meminimalisir menjalin kontak.

  • Tumbuhkan keberanian untuk keluar

Perlahan namun pasti, tumbuhkan keberanian untuk keluar dari hubungan yang sudah mulai menuju arah tidak baik. Carilah lingkungan yang aman dan tulus memberimu dukungan.

  • Cari bantuan dari tenaga profesional

Kalau kamu sudah mulai merasakan lebih banyak sedihnya daripada bahagianya bersama orang ini dan tidak lagi melihat sisi positif dalam diri, segera cari bantuan profesional, salah satunya Kalmselor.

 

Pesan dari Kalmselor Puspita

“Your feelings are valid. You don’t have to apologize for having emotions”

Jangan biarkan orang lain membuatmu merasa terpuruk. Percayalah pada kemampuan yang kamu miliki dan raihlah kebahagiaan sebanyak mungkin.

Kalau berada dalam suatu hubungan hanya membuatmu lebih banyak bersedih dan menyalahkan diri sendiri, maka segera akhiri. Kamu berhak untuk bahagia dan terus bertumbuh, bukan sebaliknya.

Memang tidak mudah menghadapi orang terdekat yang ternyata manipulatif, apalagi untuk keluar dari hubungan tersebut. Karena itu, KALMers tidak perlu ragu untuk membicarakannya dengan Kalmselor. KALMers bisa berkonsultasi dengan Kalmselor Puspita melalui aplikasi KALM (unduh di sini) dengan menggunakan kode PUS-522.

 

Penulis: Santiara

Editor: Rachma Fitria

Baca Artikel Lainnya

Karakteristik Penting Seorang Psikolog: Panduan untuk Mengamati Selama Proses Konseling

Psikolog adalah seorang ahli yang memiliki peran penting dalam membantu seseorang memahami, mengatasi, dan mengelola berbagai masalah psikologis. Saat menjalani proses konseling, penting untuk mema...

KALM Tips: Menanti Jodoh dengan Tenang menurut Kalmselor Dina

Memasuki usia 20-an bukan cuma pusing karena tuntutan buat punya pekerjaan yang mapan, tapi juga harus segera punya pasangan. Apalagi saat teman atau saudara seumuran sudah mulai berpasangan bahkan...

Mengenal Apa itu Career Cushioning dari Kalmselor Yudha Heka

Hai, KALMers! Buat kamu yang sudah bekerja saat ini, kira-kira pernah nggak kepikiran ingin resign? Kalau ya, mungkin sudah saatnya kamu mengenal Career Cushioning. Apa sih Career Cushioning itu? P...