“There is no such thing as a perfect parent. So just be a real one.” – Sue Atkins
KALMers yang sudah punya buah hati, atau yang masih berencana, pasti tahu dong kalau cara orangtua mengasuh anak bisa memengaruhi tumbuh kembang anak. Tapi, tahu nggak kalau ada 4 macam gaya asuh yang dampaknya juga beda-beda?
Nah, sudah kenal gaya asuhmu dan pasangan belum? Terus kalau ternyata beda, apa artinya pasti jadi masalah? Yuk, kita cari tahu langsung dari Kalmselor Efika Fiona!
Say hi to Kalmselor Efika! Sudah bergabung sejak awal KALM didirikan, Kalmselor Efika sering membantu klien dengan masalah overthinking, kecemasan, stres, dan kesulitan berkomunikasi. Beliau juga berpengalaman menangani masalah hubungan orangtua dan anak. Nah… pas banget kan buat kita ajak ngobrol tentang topik kali ini? Langsung aja kita lanjut~
Masing-masing gaya asuh punya dampaknya tersendiri terhadap tumbuh kembang anak, terlebih lagi memberikan bekal bagi anak dalam berinteraksi dengan orang lain yang sangat mungkin dibawa hingga dewasa.
Sudah bisa ditebak dari namanya yang mirip dengan istilah ‘otoriter’, orangtua dengan gaya asuh ini biasanya bersikap keras dalam mendidik anak.
“Anak cukup lihat dan dengar aja pokoknya, jangan banyak bantah”, ucap si orangtua authoritarian. Alhasil anak tumbuh jadi kurang mandiri, kurang percaya diri, dan kerap mengalami depresi dan kecemasan.
Hati-hati ketuker sama yang tadi, ya! Orangtua dengan gaya asuh ini justru sering ajak anaknya diskusi untuk membangun hubungan positif dengan anak. Kalau bikin aturan, dijelasin alasan dan konsekuensinya apa. Konsekuensi yang dikasih juga tetap mempertimbangkan perasaan anak. Anak tumbuh menjadi pribadi yang mudah beradaptasi dan memiliki rasa tanggung jawab.
Kalau gaya asuh yang satu ini biasanya terlalu ngasih kebebasan ke anak. Aturan sih ada, tapi kalau dilanggar juga nggak dikasih konsekuensi. Biasanya, anak yang dibesarkan dengan gaya asuh ini jadi kurang peduli dengan peraturan atau pun otoritas. Hasilnya? Jadi sering buat onar, nggak bisa ngerem, dan berisiko lebih tinggi untuk menderita masalah kesehatan seperti diabetes atau obesitas.
Udah bisa ditebak juga dari namanya, orangtua dengan gaya asuh ini cuek sama anak. Anak lagi di mana, main sama siapa, sekolahnya gimana, orangtua hampir nggak pernah tahu karena jarang banget berinteraksi. Akibatnya, anak tumbuh jadi pribadi yang kesulitan membangun hubungan yang sehat, berkutat dengan isu keberhargaan diri, dan terlibat dalam pergaulan yang kurang baik.
Semua orang pasti punya perspektif masing-masing, termasuk dalam mengasuh anak. Yang perlu diingat adalah kamu dan pasangan adalah partner satu tim dalam membesarkan anak. Karena itu, dalam menentukan gaya asuh seperti apa yang akan diterapkan pada anak sebaiknya berfokus pada kondisi dan karakteristik setiap anak, bukan memaksakan pendapat sepihak semata.
Penting bagi orangtua untuk saling menyokong dan tidak menunjukkan perbedaan pendapat di depan anak. Jika ada perbedaan gaya asuh dengan pasangan, ada baiknya untuk didiskusikan terlebih dahulu di ‘belakang layar’ agar kalian berdua tampak kompak dan konsisten di hadapan anak. Dengan begitu, anak jadi paham sikap dan perilaku seperti apa yang diharapkan darinya oleh kedua orangtua.
Untukmu yang bingung harus mulai diskusi dari mana dan bagaimana cara menentukan gaya asuh yang tepat, coba ikuti langkah-langkah ini bersama pasanganmu:
Kamu dan pasangan bisa mulai dari bertukar cerita tentang masa kecil kalian masing-masing. Bagaimana dulunya dibesarkan dan bagaimana bentuk hubungan yang dimiliki dengan orangtua menjadi poin yang penting untuk mendasari pemahaman selanjutnya.
Masa kecil kamu dan pasangan dapat berpengaruh pada ekspektasi dan harapan yang ingin ditebus ketika mengasuh anak kalian. Pastinya ada perbedaan yang perlu didiskusikan agar berjalan mulus ke depannya. Kalau sulit menggalinya, kuesioner online dapat membantu, lho! Yang penting, ada kemauan untuk saling belajar mendengarkan dan memahami, serta sabar terhadap satu sama lain.
Setelah kamu dan pasangan menyetarakan pikiran, kalian dapat menyusun serangkaian aturan keluarga dan konsekuensinya sebagai bentuk konkret dari titik tengah yang telah kalian sepakati. Lakukan yang kamu dan pasangan anggap terbaik untuk anak, karena kalian yang paling mengenal kondisi dalam keluarga.
Jika belum merasakan dampak baik setelah melakukan hal-hal di atas, kamu dan pasangan dapat berdiskusi melalui konseling keluarga dengan tenaga profesional seperti Kalmselor. Kalmselor dapat membantumu dan pasangan mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif dan menemukan langkah yang sesuai untuk membenahi kesulitan tersebut.
"Pada dasarnya semua orangtua berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Oleh karena itu, diperlukan kemauan untuk selalu belajar dan berdiskusi bersama pasangan dan anak untuk menciptakan harmoni keluarga yang lebih baik. Konflik adalah hal yang wajar, kuncinya adalah mencari solusi yang dapat disepakati bersama. Hal ini juga berlaku bagi yang sudah berencana ingin memiliki buah hati."
Memang tidak semudah itu untuk mengasuh anak dengan tepat ya, KALMers. Ada kalanya juga jadi merasa buntu. Karena itu, KALMers tidak perlu ragu untuk membicarakannya dengan Kalmselor. KALMers bisa berkonsultasi dengan Kalmselor Fiona melalui aplikasi KALM (unduh di sini) dengan menggunakan kode EFI-991. Kalmselor Fiona akan dengan senang hati membantumu!
Penulis: Santiara
Editor: Rachma Fitria