Apakah kamu sedang akan menjadi seorang ayah baru, KALMers?
Bagi seorang laki-laki, menjadi ayah merupakan hal besar yang butuh pertimbangan matang. Sama halnya dengan menikah, memiliki anak tidak hanya akan menambah kebahagiaan namun juga membutuhkan tanggung jawab. Akan ada banyak perubahan yang harus dihadapi oleh ayah baru yang mungkin membuat sebagian dari calon ayah merasa ketakutan. Apakah aku bisa menghidupi anak istriku? Dapatkah aku menjadi ayah yang baik untuk anakku? Dan sejumlah pertanyaan lain yang meragukan kemampuan diri untuk menjadi seorang ayah.Meskipun tidak tampak dari luar karena pria cenderung menyimpan perasaannya-, ketakutan di atas kerap dialami oleh calon ayah, bahkan saat mereka telah menjadi seorang ayah. Serius tidaknya dampak dari rasa takut yang dialami ayah baru ditentukan oleh sejumlah faktor. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai ketakutan ayah baru, simak wawancara dengan psikolog dari KALM, Wenny Aidina, M.Psi berikut ini.Apa Saja Hal Yang Membuat Ayah Baru Menjadi Ketakutan?
Ada banyak hal, misalnya merasa belum siap menerima tanggung jawab besar sebagai ayah, baik materi maupun mental. Bisa juga, ayah baru takut menghadapi berbagai perubahan seperti berkurangnya keintiman dengan istri atau rutinitas mengurus bayi yang menyita waktu. Faktor masa lalu juga dapat menjadi penyebab ketakutan, seperti pengalaman tidak menyenangkan dengan ayah di waktu kecil sehingga ia takut hal tersebut dirasakan juga oleh anaknya kelak.Apa Penyebabnya?
Selain pengalaman masa kecil yang disebut di atas, ketakutan ayah baru bisa disebabkan oleh:
- Beban finansial
- Ekspektasi tentang pengasuhan yang berbeda dengan kenyataan
- Riwayat kecemasan atau depresi, sehingga muncul pikiran negatif yang menghantui sang ayah
- Pengalaman tidak menyenangkan selama pasangan mengandung, misalnya masalah kehamilan dan keadaan bayi yang tidak sehat setelah lahir
- Tidak memiliki support system atau tempat untuk bercerita mengenai kecemasan atau keadaan tidak nyaman yang sedang ia rasakan
- Ketidaksiapan dalam memiliki anak, misalnya tidak merencanakan memiliki bayi atau tidak memulai adaptasi saat istri mengandung
- Perubahan hormonal karena aktivitas ayah mengikuti siklus tidur bayi (jika ada pembagian tugas menjaga bayi dan pekerjaan rumah tangga). Siklus yang berubah ini akan mempengaruhi sistem kerja tubuh yang berakibat juga mempengaruhi kerja hormon. Bila tidak disiapkan dan dilatih atau dibiasakan perubahan ini maka akan menjadi ketidaknyamanan pada diri sang ayah.
Apakah Usia Sang Ayah Berpengaruh?
Ya. Setiap jenjang usia memiliki tugas perkembangan yang berbeda. Ketika ayah baru masih berada pada kategori remaja, maka pada dasarnya ia masih dalam proses mencari jati diri. Bila dalam kategori ini ia menjadi ayah baru, tentu tantangannya sangat besar dan tidak dianjurkan karena tugas perkembangan seorang remaja masih seputar dirinya. Bukan mengurus orang lain dan membangun komitmen.Pada masa dewasa, usia sudah tidak terlalu berhubungan signifikan terhadap kesiapan menjadi seorang ayah. Pada dasarnya, bila pasangan (ayah dan ibu) sejak awal pernikahan sudah memiliki komunikasi yang efektif, hubungan yang sehat, dan perencanaan yang baik untuk menjalani hidup pernikahan dan menjadi orangtua, maka kemungkinan ayah baru untuk mengalami ketakutan/kekhawatiran akan lebih rendah.Agar ayah baru bisa mengatasi ketakutan tersebut, atau mencegah agar ketakutan tersebut tidak terwujud, baca di sini.Artikel ini adalah bagian dari hasil kerjasama KALM dengan SKATA, sebuah inisiatif digital yang bertujuan untuk menunjang pemerintahan Indonesia untuk perencanaan keluarga yang lebih baik.Penulis: Menur Adhiyasasti