Five Stages of Grief: Berduka pun Ada Caranya

Description

Dukacita sering kali dikaitkan dengan meninggalnya orang yang berharga dalam kehidupan kita. Nyatanya, perpisahan lain juga bisa menimbulkan dukacita, seperti berakhirnya pertemanan, putus hubungan, hingga kehilangan pekerjaan. Ketika mengalami perpisahan, kita cenderung mengalami perasaan yang tidak biasa. Rasa kaget, sedih, takut, marah, semua bercampur menjadi satu. Jadi, wajar saja kalau KALMers nggak bisa mendeskripsikan rasanya. 

Dukacita bersifat personal dan tidak sama antar individu. Namun meskipun begitu ada beberapa kesamaan umum dirasakan saat orang sedang berduka. Yuk, kita simak satu per satu setiap tahapan berduka (5 Stages of Grief)!

Stage 1: Denial - Penolakan

Ketika menerima kabar duka, sangat wajar jika kamu merasa kaget dan sulit menerima kenyataan karena perubahan yang mendadak. Di saat-saat seperti ini kamu mungkin menolak untuk percaya bahwa sosok itu telah tiada. Perasaan ingin menolak kenyataan ini merupakan respons alami sebagai bentuk pertahanan diri terhadap rasa sakit yang diterima otak. Pada tahap ini, pikiranmu berusaha memperlambat proses untuk melewati peristiwa dukacita selangkah demi selangkah.

Beberapa contoh pikiran dan perkataan dalam tahap denial:

  • Meninggalnya orang terdekat: “Dia nggak mungkin pergi secepat itu…”
  • Putus hubungan: “Ah, dia lagi capek aja, besok pasti baikan lagi.”
  • Penyakit stadium akhir: “Berlebihan, nih, diagnosisnya. Nggak mungkin separah itu.”
  • Kehilangan pekerjaan: “Ini kayaknya miskomunikasi deh, tunggu kabar lagi deh nanti.”

Stage 2: Anger - Marah

Rasa marah yang kamu rasakan adalah respon alami tubuh ketika berduka. Pikiranmu merespons kejadian tidak menyenangkan dengan mencari sosok yang dapat disalahkan. Kamu mungkin menyalahkan Tuhan, orang lain, dirimu sendiri, bahkan orang yang telah tiada tersebut. Kamu marah dengan dirimu sendiri karena tidak berhasil mempertahankan suatu hubungan, atau marah dengan dokter yang menangani anggota keluargamu sebelum meninggal, bahkan mungkin marah dengan Tuhan karena membiarkan hal-hal ini terjadi dalam hidupmu. Rasa marah yang muncul pun cenderung lebih kuat dibandingkan emosi lainnya seperti takut dan sedih. Hal ini karena orang lebih sulit mengekspresikan emosi yang terkesan lemah.

Beberapa contoh pikiran dan perkataan dalam tahap anger ketika…

  • Meninggalnya orang terdekat: “Tuhan jahat banget, kenapa Dia mengambil kedua orang tuaku secara bersamaan!”
  • Putus hubungan: “Lihat saja, pasti dia menyesal karena sudah menyia-nyiakan aku!”
  • Penyakit stadium akhir: “Kalau dia nggak konsumsi obat-obatan itu, nggak akan sampai begini akhirnya.”
  • Kehilangan pekerjaan: “Memang mereka atasan yang kejam, sih. Semoga mereka hidupnya nggak tenang setelah memecat aku!”

Stage 3: Bargaining - Tawar-menawar

Ketika mengalami kehilangan, sangat wajar jika pikiranmu berusaha keras untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar. Pikiran tawar-menawar ini muncul sebagai bentuk pertahanan diri dalam usaha mengontrol kejadian di sekitar kita. Pada tahap ini, kamu mungkin merasakan banyak penyesalan pribadi. Kamu juga berusaha memikirkan berbagai solusi yang seharusnya bisa kamu lakukan untuk mencegah kehilangan. Seandainya saja hal ini tidak terjadi, seandainya saja sebelumnya aku sudah mengantisipasi, dan sebagainya.

Beberapa contoh pikiran dan perkataan dalam tahap bargaining ini adalah…

  • Meninggalnya orang terdekat: “Kalau saja aku nggak izinin dia naik motor, dia nggak akan kecelakaan malam itu.”
  • Putus hubungan: “Kata-kataku berlebihan ya, seharusnya aku bicara baik-baik supaya dia tidak tersinggung dan memutuskan hubungan ini.”
  • Penyakit stadium akhir: “Kalau aja dulu kita pindahkan Ibu ke rumah sakit di luar negeri, mungkin penyakit Ibu nggak akan separah ini”
  • Kehilangan pekerjaan: “Seharusnya aku terima tawaran lembur selama beberapa minggu itu, dengan begitu mungkin supervisor mempertimbangkan kinerjaku”

Stage 4: Depression - Depresi

Jika tahap sebelumnya bisa didefinisikan sebagai tahap yang cukup berisik. Berbagai solusi dan perandaian terus menghantui keseharian sehingga rasanya banyak hal yang perlu dipikirkan. Sebaliknya, tahap depression merupakan tahap yang hening. Pada tahap ini, kamu cenderung menjauh dari orang lain. Kamu berupaya menghindar dari pembahasan-pembahasan tentang kehilangan yang kamu alami. Kamu mungkin banyak menangis sendirian, berdiam diri, kehilangan selera makan, dan sebagainya.

Beberapa contoh pikiran dan perkataan dalam tahap depression:

  • Meninggalnya orang terdekat: “Bagaimana aku bisa melanjutkan hidup tanpa Ayah?”
  • Putus hubungan: “Nggak mungkin bisa bahagia lagi, deh, kalau nggak ada dia.”
  • Penyakit stadium akhir: “Ini sudah menjadi ujung hidupku yang sangat mengenaskan.”
  • Kehilangan pekerjaan: “Aku gak tau lagi harus berusaha bagaimana.”

Stage 5: Acceptance - Penerimaan

Meskipun setiap tahap berduka bisa dialami berkali-kali, namun umumnya orang yang berduka akan menerima kenyataan pada akhirnya. Tahap ini bukan semata-mata berarti kamu langsung merasa senang dan melupakan duka yang sebelumnya membebanimu. 

Pada tahap acceptance, kamu mulai melihat kedukaan ini sebagai salah satu bagian dari hidupmu. Penerimaan akan kenyataan yang berjalan membantumu untuk bisa melanjutkan hidup di hari-hari berikutnya. Rasa sedih, rindu, dan sedikit penyesalan mungkin masih akan muncul di kemudian hari, tetapi rasa marah, pikiran menyangkal dan tawar-menawar cenderung berkurang.

Beberapa contoh pikiran dan perkataan dalam tahap acceptance:

  • Meninggalnya orang terdekat: “Aku udah spend banyak waktu sama dia, bersyukur banget, deh, pernah punya sahabat sebaik dan sepengertian dia.”
  • Putus hubungan: “Walaupun menyakitkan, tapi ini pilihan terbaik untuk diriku”
  • Penyakit stadium akhir: “Nggak apa-apa, aku masih punya waktu untuk menikmati hidup dan mempersiapkan hari terakhirku”
  • Kehilangan pekerjaan: “Mungkin ini jadi awal dari hal baru dalam hidupku, aku akan mencoba melamar beberapa posisi pekerjaan baru setelah ini.”

Perlu Diingat…

Setiap orang merespon kehilangan dalam hidupnya dengan cara yang berbeda-beda. Begitu juga dengan jangka waktunya, KALMers. Kamu mungkin saja mengalami tahap anger selama satu minggu, namun temanmu mengalaminya selama lima bulan. Kamu juga mungkin bolak-balik antara tahap bargaining dan juga tahap depression sebelum akhirnya memasuki tahap acceptance. Bahkan terkadang setelah memasuki tahap acceptance kamu bisa untuk beberapa saat mulai merasakan tahap anger kembali. Semua ini adalah hal yang normal dan bisa dimaklumi.  

Baca juga: KALM untuk OVO Indonesia: Berduka Dengan Baik dan Ketika Mereka Sedang Berduka

Walaupun kamu sudah mengetahui cara untuk membantu orang terdekatmu yang sangat terpukul ketika mengalami kehilangan, kamu juga perlu ingat akan kapasitas dirimu, ya! Jangan ragu untuk meminta bantuan profesional. Kamu bisa menghubungi Kalmselor melalui aplikasi KALM.

 

Penulis: Tanita

Editor: Rachma Fitria & Lukas Limanjaya

Sumber:

Clarke, J. (February, 2021). The five stages of grief: Learning about emotions after loss can help us heal. Very Well Mind: https://www.verywellmind.com/five-stages-of-grief-4175361 

Holland, K. (September 2018). What you should know about the stages of grief. Healthline: https://www.healthline.com/health/stages-of-grief 

Pastan, L., & Beaman, S. L. (2018). The five stages of grief. In Grief and the Healing Arts (pp. 2-17). Routledge.

Baca Artikel Lainnya

Passive Suicidal Thoughts: Ketika Rasanya Mati Segan, Hidup Tak Mau

Pernah dengar tentang peribahasa “Mati segan, hidup tak mau”, KALMers? Biasanya dipakai untuk menggambarkan situasi ketika seseorang sedang merasa putus asa dengan hidupnya. Seakan-akan dilematis k...

Stress Language: Cara Tubuhmu Menanggapi Kondisi Stress

Hai KALMers! Kita semua pasti pernah merasa stres. Tapi, tahukah kamu bahwa stres punya "bahasa" sendiri yang sering kali terlihat dalam cara kita bereaksi? Ketika stres, tubuh dan pikiran kita bis...

WHO Apresiasi Maybelline Brave Together dalam Mengatasi Isu Kecemasan dan Depresi Lewat 40 Ribu Sesi Konseling Gratis

8 Mei 2024 — Isu kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi kini semakin terbuka dibicarakan oleh banyak orang. Kesadaran akan pentingnya merawat kesehatan mental ini tak lantas terjadi begitu ...